Garam-Palungan

Mengenal Uniknya Pertanian Garam Palungan Khas Desa Tejakula

Berkunjung ke Desa Tejakula, kawasan pesisirnya terlihat membentang luas. Keindahan yang dipancarkan juga tak kalah dengan laut di daerah lain. Potensi alam ini tak hanya dilirik masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan, namun beberapa juga ada yang memanfaatkan untuk produksi garam. Begitu masuk ke suatu pantai yang dinamakan Pantai Penimbangan, akan terlihat hamparan pertanian garam di pesisir pantai. Ada yang unik dari pertanian garam di tempat ini.

Pada umumnya, petani garam memanfaatkan pasir dan membran plastik dalam proses penggaraman, namun proses penggaraman di Desa Tejakula menggunakan media tanah dan bilah pohon kelapa yang disebut Palungan untuk menyaring dan menjemur air laut yang menjadi bahan dasar pembuatan garam. Oleh karena itu, garam Tejakula ini lebih dikenal dengan nama garam Palungan.

Pertanian Garam Palungan

Proses pembuatan garam palungan menghasilkan garam dengan kualitas yang bersih dan tidak pahit karena zat pahit tersebut diserap melalui pori-pori bilah kelapa. Keunikan tersebut tentunya menjadi salah satu kearifan lokal yang seharusnya dilestarikan demi keberlanjutan pertanian garam tradisional.

Zat pahit terserap melalui poir-pori bilah pohon kelapa

Proses Pembuatan Garam Palungan

a. Persiapan 

Hal yang sangat membedakan teknologi Tejakula dengan teknologi lain adalah pada sarana dan prasarana yang harus disediakan. Pada teknologi lain, untuk merubah air laut menjadi garam harus tersedia tempat reservoir, tempat peminihan, dan meja garam (meja kristalisasi). Sedangkan untuk teknologi ala Tejakula, sarana dan prasarana yang disediakan adalah sebagai berikut

  1. Unit lahan seluas 200-250 m2 (di Bali disebut 1 pajegan)
  2. Tinjung, yaitu tempat yang didesain khusus berbentuk kerucut berfungsi sebagai wadah penyaringan air laut (proses pembuatan air tua
  3. Gerombong, yaitu wadah penampungan air tua
  4. Palungan, yaitu tempat penjemuran, terbuat dari batang kelapa
  5. Sene, sebagai alat untuk mengambil air laut, terbuat dari daun lontar
  6. Tulud, yaitu alat untuk meratakan permukaan tanah
  7. Bangkrak, yaitu alat untuk menggemburkan tanah
  8. Teku, yaitu alat untuk mengambil air tua dari gerombong
  9. Tempat penirisan

b. Proses Produksi

Dalam sistem maduris, portugis, atau campuran, proses pembuatan air tua umumnya dilakukan di tempat peminihan/evaporasi. Namun dalam ala Tejakula proses pembuatan air tua dilakukan berbeda. Secara prinsip  proses pembuatan air tua tejakula dilakukan dengan dua tahap, yaitu :

Pertama, dilakukan dalam media tanah. Lahan yang telah diratakan dan bersih dari rumput atau kotoran, selanjutnya disiram secara merata dengan air laut. Pengambilan air lautnya menggunakan sene. Setelah disiram, tanah diratakan dengan menggunakan tulud. Permukaan tanah dibiarkan kering hingga mengalami retak-retak. Setelah permukaan tanah retak-retak, selanjutnya tanah digemburkan dengan menggunakan bangkrak. Permukaan tanah disiram kembali dengan air laut dan dikeringkan kembali. Proses ini terus berulang, biasanya dilakukan sebanyak dua kali sehari selama empat hari berturut-turut dengan tujuan  media tanah memiliki kadar garam yang tinggi dan siap untuk dinaikkan ke atas tinjung sebagai media penyaring

Kedua, dilakukan di atas tinjung. Tanah yang telah berulang kali disiram air laut dan dijemur, selanjutnya lapisan permukaan tanah bagian atas dikeruk dan dinaikan ke atas tinjung. Setelah dipadatkan dan diratakan, tanah di atas tinjung disiram dengan air laut secara perlahan-lahan. Volume air laut yang dimasukkan ke atas tinjung sebanyak 20 pasang sene atau sekitar 1.000 liter. Biasanya proses ini dilakukan pada sore hari agar proses penyaringan terjadi pada malam hari dan hasil saringan tersebut bisa dijemur keesokan harinya.

Di dalam tinjung air laut dibiarkan menetes ke tempat penampungan air tua atau gerombong. Media tanah di dalam tinjung berfungsi sebagai saringan/penyaring. Sehingga, air yang keluar dari tinjung merupakan air tua karena telah mengalami proses penyaringan dengan tanah yang telah mengandung kadar garam  lebih tinggi melalui proses penyiraman air laut dan penjemuran selama kurang lebih empat hari berturut-turut.

c. Penjemuran

Pada teknologi lain, proses pengkristalan garam umumnya dilakukan di meja garam. Namun, untuk teknologi ala Tejakula proses pengkristalan dilakukan didalam palungan. Palungan ini terbuat dari bilahan batang kelapa/nyiur yang dibuat cekung menyerupai saluran air. Air tua yang tertampung didalam gerombong dipindahkan ke atas palungan menggunakan teku untuk dilakukan penjemuran. Palungan disusun sedemikian rupa untuk memaksimalkan dan mengoptimalkan luasan lahan pergaraman. Penjemuran di atas palungan sangat tergantung pada intensitas panas matahari dan angin. Panas matahari dan angin sangat membantu dalam proses penguapan. Pada cuaca yang cerah kristal garam dapat terbentuk pada hari kedua setelah pengambilan air tua

d. Panen

Panen biasanya dilakukan pada hari kedua atau ketiga setelah pengambilan air tua. Teknik panen dilakukan menggunakan alat penggaruk yang bertangkai panjang. Garam yang dihasilkan ditempatkan pada wadah yang memiliki lubang-lubang kecil untuk ditiriskan. Proses penirisan ini masih dilakukan di atas palungan supaya tetesan air tua hasil tirisan tertampung lagi di dalam palungan. Garam yang telah ditiriskan, siap untuk dikemas dan dipasarkan.

Begitu uniknya pertanian garam palungan di Desa Tejakula ini, maka keberadaannya harus tetap dilestarikan.

Referensi : http://infopenyuluhan.blogspot.com/2014/04/teknologi-pembuatan-garam-ala-tejakula.html

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.