Pernahkah kalian mendengar atau mengucapkan :
“Kamu ini, baru segitu aja nangis. Dasar cengeng!”
“Masak segitu aja nggak bisa? Otak udang!”
“Kamu kalau memang dasarnya bodoh, belajar berapa kalipun nggak akan mengerti!”
“Eh mata sipit! Bangun! Jam segini masing aja merem. Hahaha!
Apakah kata-kata diatas bisa disebut bullying? Ya! Itu bullying namanya.
Kita mungkin sering kali mendengar bahkan pernah mengucapkan kata-kata seperti diatas kepada seseorang baik sengaja maupun tidak sengaja. Kata-kata tersebut bahkan acap kali diikuti dengan gerakan fisik yang dapat melukai perasaan.
Secara harfiah bullying adalah perilaku yang disengaja dan dilakukan berulang kali dengan menggunakan fisik maupun psikologis untuk mengancam, menyerang seseorang, atau memerangi suatu kelompok yang dapat mengakibatkan luka, kematian, kerugian psikologis, hambatan perkembangan dan lain sebagainya.
Tindakan bullying tidak hanya dapat berupa kekerasan fisik dan psikologis, namun juga dapat secara verbal. Banyak fakta menunjukan bahwa bullying dapat berdampak serius bahkan fatal pada perilaku perorangan maupun kelompok. Mengapa? Ini disebabkan karena bullying merupakan bentuk perilaku kekerasan.
Perilaku tersebut dipicu oleh energi negatif yang berwujud emosi (seperti kesal dan marah), yang dapat mendorong seseorang ataupun kelompok untuk bertindak anarkis, bahkan secara ekstrem bisa menjadi pemicu tindakan kriminal, misalnya penganiayaan hingga pembunuhan.
Potensi melakukan kekerasan lebih lanjut bahkan tidak hanya untuk pihak yang melakukan bullying, tetapi juga dapat dapat dialami oleh objek bullying, misalnya bawahan yang tertekan, korban sistem senioritas di sekolah, objek tindakan bullying oleh guru, atau perbuatan rasis seperti pelecehan terhadap suatu kelompok, ras, atau agama tertentu.
Tahukan kamu bahwa saat ini semakin pesatnya perkembangan zaman, semakin menurun pula karakter manusia yang saling menghormati antar sesama. Bahkan, acap kali yang menjadi korban bullying justru adalah orang terdekatnya.
Misalkan dalam suatu kelas, ada siswa/mahasiswa yang terkesan paling “ramah” sering kali bersikap mengintimidasi temannya dengan maksud “bercanda”. Ia sengaja mengambil foto teman yang sedang mengantuk atau menguap kemudian menggungahnya ke social media lalu tertawa terbahak-bahak ketika unggahan tersebut dilihat banyak orang.
Kemudian apa yang terjadi ketika korbannya berontak? Malah si pelaku akan bilang seperti ini : “Bercanda doang woy! gitu aja baper. Kaku banget, gak bisa diajak bercanda” Pernahkah ia berpikir bisa saja foto yang dianggap lucu justru memberikan efek psikologis bagi temannya? Bisa saja temannya malu dan merasa direndahkan atau bahkan merasa tidak nyaman berada di lingkungan tersebut.
Selain itu, perilaku rasis juga sering terjadi dikalangan masyarakat saat ini. Misalnya, orang berkulit lebih gelap akan diberikan julukan, negro, ireng, batu atau orang yang sipit akan dipanggil “Hey, China!” Padahal, belum tentu ia keturunan orang China.
Budha dalam Buku Chicken Soup For the Soul menyatakan bahwa “Kata-kata memiliki kekuatan untuk merusak dan memulihkan. Bila benar dan baik, maka kata-kata itu dapat mengubah dunia. Sebaliknya, bila yang dikeluarkan adalah makian dan cibiran, kata-kata tersebut akan menghancurkan jiwa seseorang”.
Oleh karena itu mari menjadi insan cerdas dengan berhenti melakukan tindakan bullying dan rasis kepada teman dan orang lain disekitar kita. Bukankah menghormati sesama lebih indah daripada mencela dan mencaci maki?