Desa Trunyan adalah sebuah desa yang terletak di daerah Kintamani, Kabupaten Bangli yang terkenal akan tradisi pemakaman yang unik.
Yes! Jasad orang yang telah meninggal di Desa Trunyan tidaklah dibakar maupun dikubur, melainkan dibiarkan tergeletak diatas tanah yang dikelilingi oleh pagar-pagar yang terbuat dari bambu. Di dekat makam itu, terdapat Pohon Taru Menyan yang diyakini dapat menyerap bau busuk pada jenazah.
Selain terkenal dengan tradisi pemakamannya yang unik, Desa Trunyan juga menyimpan kekayaan kearifan lokal berupa kesenian tradisional yang tak kalah menarik, yakni Tari Barong Brutuk.
Bagi masyarakat sekitar, Barong Brutuk merupakan jelmaan dari penguasa di Desa Trunyan yaitu Ratu Sakti Pancering Jagat dan Ratu Ayu Pingit Dalem Dasar. Uniknya lagi, pakaian yang digunakan penari tarian sakral ini terbuat dari daun pisang kering.
Keunikan dan kesakralan Barong Brutuk ini semakin membuat saya penasaran dan ingin sekali menyaksikan pertunjukan tarian sakral ini secara langsung.
Namun sayangnya Barong Berutuk hanya dipentaskan setiap 2 tahun sekali, yang berarti akan dilaksanakan kembali tahun depan pada tahun 2023.
Baca Juga : Drama Gong : Seni Teater Tradisional Bali Yang Kaya Pesan Moral
Agar tidak dihantui rasa penasaran, saya memilih membaca artikel tentang Barong Brutuk dan menonton pertunjukannya secara vritual via youtube.
Untungnya zaman serba digital seperti ini manfaat internet tidak hanya bisa digunakan untuk main sosmed, tetapi juga eksplor kekayaan kearifan lokal Nusantara yang adiluhung.
IndiHome sebagai layanan internet Telkom Indonesia memang selalu dapat diandalkan. Kecepatan IndiHome sebagai internetnya Indonesia ini mampu memberikan kenyamanan streaming yang mulus.
Berkat layanan internet dari IndiHome, saya bisa streaming dan nonton pertunjukan Barong Brutuk tanpa harus menunggu tahun depan untuk mengobati rasa penasaran ini.
Berikut adalah sekilas informasi yang dapat saya rangkum tentang Barong Brutuk, kearifan lokal Desa Trunyan yang
Daftar Isi
Sejarah Barong Brutuk
Barong Brutuk merupakan tarian tradisional yang diyakini sudah ada sejak zaman batu besar dan diwariskan secara turun temurun.
Hal ini dikaitkan dari adanya patung dengan ukuran besar dan cukup tinggi di Pura Pancering Jagat yang terletak di Desa Trunyan. Patung tersebut bernama Bhatara Datonta atau Bharatara Ratu Pancering Jagat.
Patung Bhatara Datonta menggambarkan ekspresi seorang bhatara dengan ekspresi yang sangat dashyat, tangan kirinya bergantung longgar pada sisi kiri tubuhnya, tangan kanannya tertekuk di atas bahu mengarah ke belakang, posisi membawa kapak, alat vitalnya mencolok ke bawah, tetapi lembut. Tepat di bawah alat vital itu ada sebuah lubang yang menggambarkan alat kelamin wanita.
Keduanya dianggap simbol vital kekuatan laki-laki dan perempuan. Simbol ini diduga bentuk awal dari lingga dan yoni, kekuatan Dewa Siwa dan Dewi Uma dalam tradisi Hindu.
Bhatara Ratu Pancering Jagat memiliki sebanyak 21 orang unen-unen dalam bentuk topeng yang dinamakan Barong Brutuk. Konon tarian sakral Barong Brutuk ini berasal dari sejarah ini. Oleh karenanya, Tari Barong Brutuk merupakan tari sakral yang biasa ditarikan ketika Hari Odalan (Hari Raya) di Pura Ratu Pancering Jagat yang jatuh setiap Purnama Sasih Kapat.
Barong Brutuk, Ditarikan oleh Pria Yang Masih Perjaka
Dalam pementasannya, Barong Brutuk ditarikan oleh sebanyak 21 orang pria yang masih perjaka yang biasanya diambil dari perkumpulan organisasi kepemudaan Desa Adat (Sekaa Teruna) di Desa Trunyan.
Penarinya pun tidak asal pilih. Sebelum menarikan barong-barong sakral itu para pemuda harus melewati proses sakralisasi selama 42 hari. Selama proses sakralisasi tersebut, calon penari dilarang berhubungan seksual, berjudi, meminum minuman keras, dan terlibat dalam tawuran.
Kegiatan lain yang dilakukan semasa menjalani proses penyucian adalah mengumpulkan daun-daun pisang dari desa Pinggan yang digunakan sebagai busana Barong Brutuk. Daun-daun pisang itu dikeringkan yang kemudian dirajut dengan tali yang terbuat dari batang daun pisang, dijadikan busana yang akan digunakan oleh para penari Barong Brutuk.
Masing-masing penari menggunakan dua atau tiga rangkaian busana dari daun pisang itu, sebagian digantungkan di pinggang dan sebagian lagi pada bahu, di bawah leher.
Bahkan yang tak kalah unik, penari yang akan menarikan tarian ini diharuskan untuk menggunakan celana dalam yang dibuat dengan menggunakan tali pisang.
Adapun topeng yang digunakan oleh penari Tari Barong Brutuk adalah topeng sakral yang tersimpan di Pura Pancering Jagat. Tak seperti topeng Barong Ket, Topeng Barong Brutuk terlihat sederhana namun menurut saya jauh lebih seram.
Makna Barong Brutuk Untuk Kesejahteraan Masyarakat Desa Trunyan
Pementasan Tari Barong Brutuk dimulai dengan penampilan para penari yang mengelilingi tembok pura sebanyak 3 kali sambil melambaikan cemeti (pecutan) kepada para penonton (masyarakat lokal di Desa Trunyan). Kemudian, para tokoh rohaniawan (Pemangku) akan menghaturkan persembahan suci untuk memohon keselamatan terhadap seluruh warga Desa Trunyan.
Setelahnya, peserta upacara boleh mendekati para penari Barong Brutuk, mengambil daun-daun pisang yang lepas yang dipercaya sebagai simbol kesuburan.
Para menonton yang berhasil memperoleh daun-daun pisang dari busana Barong Brutuk itu akan menyimpannya di rumah yang kemudian baru disebar di area persawahan ketika mulai menanam padi. Dengan adanya ritual tersebut, masyarakat berharap memiliki hasil panen yang berlimpah untuk kesejahteraan masyarakat di Desa Trunyan.
Selain memiliki makna kesejahteraan dan kesuburan, Tari Barong Brutuk juga memiliki makna kesucian dan pengendalian diri. Terbukti dari adanya proses sakralisasi dan berbagai pantangan yang harus dihindari oleh para calon penari Barong Brutuk.
Pementasan Tari Barong Brutuk ini dilakukan selama satu hari penuh yang diakhiri dengan perjalanan penari menuju Danau Batur untuk mandi dan melucuti sisa-sisa daun pisang yang menjadi pakaiannya.
Selain itu, masyarakat Trunyan percaya bila pertunjukan itu diterima oleh Sang Hyang Widhi (Tuhan), maka akan turun hujan ketika upacara selesai yang lagi-lagi memiliki arti kesuburan dan kelimpahan rejeki.
Penutup
Demikian sekilas tentang Barong Brutuk sebagai tari tradisional nan sakral dari Desa Trunyan, sebuah desa Bali Aga yang masih memegang teguh nilai tradisi dan kearifan lokal.
Dengan menonton pertunjukan Barong Brutuk secara virtual dengan memanfaatkan kecepatan internet dari IndiHome, saya semakin ingin menonton pertunjukan Barong Brutuk secara langsung.
Semoga tahun depan saya memiliki kesempatan untuk menontonnya ya! Supaya bisa ceritakan pengalaman nonton live pementasan Barong Brutuk melalui blog ini.
Referensi :
- https://blog.isi-dps.ac.id/agusandika/barong-brutuk-desa-trunyan
- https://jernih.co/potpourri/kisah-sakral-percintaan-raja-dan-ratu-barong-brutuk/