Kusta ternyata masih menjadi masalah serius dan menakutkan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Pasalnya, Di Indonesia, penemuan kasus baru kusta cenderung stagnan dalam 10 tahun terakhir, yakni ada sekitar 16.000 – 18.000 orang.
Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kasus kusta tertinggi ketiga di dunia setelah India dan Brazil.
Sebenarnya apa sih yang membuat penyakit kusta ini sebegitu mengkhawatirkan?
Daftar Isi
Yang Mengkhawatirkan Bukan Penyakitnya, Tetapi Stigmanya
Setelah mendengar Talkshow Ruang Publik KBR yang bekerjasama dengan Komunitas ISB, semakin membuka mindset saya, bahwa yang menakutkan itu bukanlah penyakitnya, tetapi stigma yang beredar di masyarakat.
Sebagaian besar masyarakat menganggap bahwa orang yang kena kusta itu menjijikan dan pembawa penyakit menular yang harus dijauhi. Kurangnya ruang aman untuk pengidap kusta membuat dirinya enggan memeriksakan diri karena takut dikucilkan.
Sehingga, ia lebih memilih membiarkan penyakit itu terus menerus berkembang semakin parah hingga menyebabkan disabilitas dan menular ke orang lain.
Duh… jadi ingat ketika saya pulang dari Jepang saat kasus Covid-19 di Indonesia sedang naik-naiknya. Saya dijauhi bahkan dicap sebagai orang yang membawa penyakit, padahal hasil rapid test saya pada saat itu negatif.
Bersama dr. Astri Ferdiana dan Bapak Al Qadri kami diberikan pemahaman bahwa penting bagi kita untuk memberikan ruang aman bagi mereka yang mengidap penyakit kusta. Sejalan dengan Hari Kusta se-Dunia yang jatuh pada tanggal 31 Januari, talkshow kali ini mengangkat tema “Tolak Stigmanya Bukan Orangnya”.
Lalu, sejauh mana stigma ini dapat berdampak pada kehidupan pengidap kusta?
Pengalaman OYPMK Ketika Mengidap Penyakit Kusta
Bapak Al Qadri sebagai orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) membagikan pengalamannya ketika ia mengidap kusta sejak usia 6 tahun. Ia mengaku bahwa dirinya sempat dikucilkan dari masyarakat karena penyakit kusta yang dideritanya.
Bahkan, ia dilaporkan oleh orang tua murid dan tidak diizinkan bersekolah oleh Kepala Sekolah karena dianggap membawa penyakit menular yang berbahaya.
Bapak Al Qadri dan keluarganya pun mengalami deskriminasi, susah bergaul dengan teman sebaya, dan harus “jaga jarak” dari orang-orang sekitar. Bagi Bapak Qadri, perilaku diskriminasi itu jauh lebih menyakitkan dari penyakit kustanya sendiri.
Meskipun telah mengidap kusta sejak umur 6 tahun, tak serta merta membuat Pak Qadri bisa mengobati penyakitnya. Hal tersebut dikarenakan belum diketahui obat yang manjur dalam menyembuhkan kusta.
Barulah ketika tahun 1989 dimana penyakitnya sudah semakin parah bahkan beberapa jari tangannya puntung, ia menemukan informasi bahwa penyakit kusta bisa disembuhkan dengan pengobatan khusus dari rumah sakit.
Mendengar pengalaman tersebut saya semakin tertegun. Sebegitu besarnya dampak stigma dan diskriminasi negatif itu membuat Pak Qadri sampai harus mengalami disabilitas karena kusta.
Bagaimana Penyakit Kusta Itu Jika Dilihat Dari Kacamata Medis?
dr. Astri Ferdiana selaku Techinical Advisor NLR Indonesia menyatakan bahwa penyakit kusta merupakan penyakit kulit yang sebenarnya tidak cepat menular. Kusta ini disebabkan oleh bakteri Lepra yang menyerang kulit dan sistem saraf tepi di dekat kulit.
Sehingga, jika tidak ditangani dengan baik kusta akan berpotensi merusak bagian tubuh, utamanya pada mata, ujung jari tangan dan ujung jari kaki.
Gejala awal kusta dapat terdeteksi dengan adanya bercak di kulit berwarna putih, tidak gatal, tidak nyeri, tidak bersisik jika di gosok, dan mati rasa jika disentuh.
Karena adanya mati rasa itulah, pengidap kusta ini tidak akan merasa sakit apabila terkena goresan atau luka pada bagian kulit yang kena kusta. Akhirnya lukanya semakin dalam dan menyebabkan disabilitas.
Apakah Kusta Bisa Disembuhkan?
Kusta merupakan penyakit yang kini sudah ada obatnya. Pengobatan MDT (multi-drug-therapy) disediakan oleh pemerintah secara gratis, tersedia di puskesmas terdekat.
Lama pengobatan adalah 6 hingga 12 bulan. Pasien kusta yang telah minum dosis pertama MDT tidak lagi memiliki daya tular.
Upaya NLR Indonesia Dalam Mengatasi Stigma Diskriminasi Penyakit Kusta
Sebagai sebuah organisasi non-pemerintahan (LSM) yang mendorong pemberantasan kusta dan inklusi bagi orang dengan disabilitas termasuk akibat kusta, NLR Indonesia berkomitmen untuk terus melakukan upaya-upaya penghapusan stigma diskriminasi terhadap orang yang mengidap kusta.
dr Astri menambahkan bahwa NLR pernah melakukan survei kepada tenaga kesehatan tentang kesediaan mereka untuk berinteraksi dengan OYMPK. Hasilnya pun sangat menyedihkan, dimana sebagian besar diantara responden mau merawat OYMPK namun tidak mau berinteraksi dengan OYMPK.
Lebih miris lagi ada yang menjawab bahwa mereka enggan menikah atau menikahkan anaknya dengan OYMPK. Maka dari itu, Stigma tentang kusta ini bener-bener harus dibasmi agar masyarakat tidak lagi berasumsi negatif dan menjauhi orang yang kena kusta dan keluarganya.
Adapun cara NLR Indonesia mengatasi stigma diskriminasi penyakit kusta ini adalah dengan melakukan sosialisasi, talkshow, workshop tentang penyakit kusta. Program-program tersebut mengandung visi agar kusta di Indonesia dapat Zero Transmisi (Nihil penularan), Zero Disabilitas (Nihil disabilitas) dan Zero Eksklusi (Nihil diskriminasi).
Tentunya, mengatasi stigma diskriminasi terhadap pengidap kusta ini bukan hanya tanggung jawab NLR Indonesia lho ya! Tetapi kita semua berperan dalam mencegah penyakit kusta ini menyebar luas dan menghilangkan stigma negatif tentang penyakit kusta ini.
Ingat, kusta bisa disembuhkan dan bukan merupakan kutukan atau hukuman dari Tuhan. Ayo kita ciptakan ruang aman untuk pengidap kusta, tolak stigmanya, bukan orangnya.
bener banget nih, informasi terkait kusta emang belum merata dan belum banyak masyarakat yang tau kalau kust abisa sembuh. jadi stigma nya masih aja ada sampai sekarang. PR kita bersama nih untuk menyebarkan infromasi terkait kusta
Memang nggak semua masyarakat sudah aware dengan kusta ini. Stigma yang berkembang di masyarakat terlanjur melekat. Jadi edukasi seperti ini sangat dibutuhkan dilakukan secara kontinyu.
Stigma yang terus-terusan begini akan membuat oypmk menjadi terpukul secara mental dan tentunya mereka tidak bisa menggunakan hak mereka untuk hidup bermasyarakat. Harus dirubah, dan kita harus ambil bagian agar semua hidup aman, tenteram dan sehat serta kusta bisa di nol kan
Kurangnya edukasi masyarakat ini jadi sering memunculkan stigma yang terkadang menyudutkan sebagian pihak. Nggak hanya kusta sebenernya kak, tapi banyak hal memang yang masyarakat kita main menghakimi tanpa tau faktanya.
Artikel edukasi begini memang harus disebarluaskan.
Diskriminasi terhadap pasien kusta masih saja ada ya.
Sosialisasi dan edukasi semoga bisa membuka kesadaran bagi yang belum paham dengan kusta
Dan pasien kusta, bisa semangat untuk berobat demi kesembuhannya
Wah iya, semoga ruang aman bagi penyitas kusta bisa segera terwujud ya mbak
Dan Indonesia bisa bebas kusta
Alhamdulillah kalau sekarang kusta bisa disembuhkan, apalagi gratis dari pemerintah. Semoga stigma bagi penderita kusta bisa segera menghilang dan masyarakat bisa lebih peduli terhadap pengidap kusta.
Intensif mengedukasi masyarakat menjadi hal yg sangat penting, juga memperbaiki literasi agar masyarakat lebih paham mengenai penyakit kusta. Sehingga diharapkan dapat mengurangi stgma pada oypmk dan penderita kusta. Dan mereka dapat hidup dengan haknya dalam bermasyarakat
Setuju dengan bapak Qadri, apapun penyakitnya, termasuk salah satunya adalah kusta, dampang yang paling signifikan bagi penderitanya adalah secara psikis. Ibaratnya sakit di badan bisa ditahan, namun perlakuan “khusus” sulit menahannya di hati serta pikiran.
Semoga Indonesia makin baik dalam penanganan terhadap kusta, termasuk seperti yang sering digaungkan oleh KBRI ini. Turut mendukung, pokoknya!
kusta atau lepra tapi ngeri jg ya bisa menyebabkan disabilitas, makanya semua orang mesti aware sama tindakan pertama, kontrol dokter deh, dan melakukan pengobatan + perawatan juga, kusta basah juga mesti lebih telaten perawatannya. lingkungan sekitar mestinya kasih ruang buat pengobatan dan perawatan ya bukan dipinggirkan dan malah makin memperparah penyakit pengidap
Adikku penderita kusta, Mba. Dia tertular dari atasannya di kantor. Wajah dan kulitnya menghitam dan mulai mati rasa. Alhamdulillah sudah selesai menjalani pengobatan. Sekarang tinggal mengembalikan kondisi kulit seperti sediakala karena menurut dokter kulit tempatnya berkonsultasi, ia tak perlu menjalani pengobatan lagi
Stigma Kusta di masyarakat, khususnya di perkampungan masih sangat kental sekali. Bahkan di sekitar rumahku, ada warga yang menderita kusta. Mereka benar-benar diisolasi dari pergaulan. Saat meninggal pun warga yang melayat enggan menyentuh hidangannya.
stigma ini bikin sakit mental gak sekedar fisik daninilah yang membuat para penyintas malah enggan berobat. maka yuks kita tolak stigmanya bukan orangnya
Ikut seneng jumlah penderita kusta di Indonesia udh mulai stagnan. Tapi ya senengnya jgn berlebihan soalnya bisa aja krn masih lemah dalam tracing dan pemeriksaan. Bisa jadi stigma ini masalah tersendiri.
Dari dulu, stigma ini masih jadi momok bagi penderita penyakit kusta dan penyakit kritis lainnya. Banyak yg ga mau periksa krn dibilang ini penyakit keturunan hingga kutukan.
Ayo yang punya tetangga dgn gejala di atas, wajib dibantu utk periksa/lapor ke puskesmas terdekat ya biar ada penanganan.
Kusta ini untuk orang awam mengerikan karena memang mereka taunya ini menular. Padahal ini menular tapi susah menular. Bahkan kalau dah mulai berobat, jadi nggak menular. Semoga semakin banyak edukasi ini makin banyak juga yang bisa bijak menyikapi OYPMK 🙂
Aku sendiri termasuk yang awan tentang penyakit kusta. Bersyukur sekarang sudah ada obatnya.
Alhamdulillah kalo kusta bisa disembuhkan ya, setidaknya bagi pasien tak perlu lagi minder atau takut , dan semoga masyarakat luas juga tau bahwa kusta bisa sembuh sehingga stigma dan ketakutan akan kusta juga menghilang
Aminn mba, mari kita hapus stigma tentang Kusta ini agar tidak semakin parah
Nggak ada habisnya permasalahan kusta di Indonesia ya, Nat. Sebenernya bukan karena penyakitnya juga sih kalo menurutku, tapi karena warga +62 nih kebanyakan terlalu membesar-besarkan stigmanya. Kesadarannya juga minim, apalagi edukasi seputar kusta.
Semoga NLR, pemerintah dan dari manapun bisa lebih menyebarluaskan edukasi tentang kusta ya.